Keagungan Cinta
Seseorang datang ke Rasulullah SAW.Ia bercerita telah menggendong ibunya di pundaknya sendirian selama menjalani seluruh rukun dan wajib haji.
Ia ingin mengetahui apakah perbuatannya itu telah dapat membalas kebaikan yang selama ini ditunjukkan ibunya di masa kanak-kanak.
Rasulullah SAW menjawab, ''Tidak, semua yang telah kau kerjakan itu belum dapat membalas satu kali rasa sakit karena kontraksi rahim ketika ibumu melahirkanmu ke dunia.''
Tanpa disadari, seringkali seorang anak berbuat maksiat kepada orang tuanya.
Padahal, keberadaannya di dunia tak lepas dari keikhlasan kasih sayang keduanya, terlebih sang ibu yang telah mempertaruhkan nyawa dalam persalinan.
Tak jarang anak menuntut sesuatu yang meniadakan cinta dan pengorbanan mereka, walaupun sekadar ucapan ''... ah,'' kepada ibunya.
Allah SWT dalam QS Al-Israa': 23 dengan tegas melarang seorang anak mengatakan itu.
Allah SWT menggariskan, jika orang tua mencintai anaknya, si anak kasih terhadap ayah ibunya, dan suami istri saling menyayangi, maka otomatis terengkuhlah sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Rasulullah SAW adalah figur utama dalam mengekspresikan cinta.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa al-Aqra' bin Haabis at-Tamimi mengunjungi Rasulullah SAW.
Ia merasa kagum melihat Rasulullah SAW mencium cucunya, Hasan. Al-Aqra' lalu berkata, ''Aku memiliki 10 orang anak, namun aku tidak pernah memeluk seorang pun dari mereka.'' Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ''Siapa yang tidak menyayangi, niscaya ia tidak akan disayangi.'' (HR Bukhari).
Di antara kesibukannya sebagai kepala negara, Rasulullah SAW masih menyempatkan diri untuk memberikan perhatian kepada cucunya tersayang.
Islam membiarkan umatnya dalam memaknai dan membahasakan hakikat cinta antarsesama.
Cinta merupakan naluri manusia yang harus dipenuhi dengan benar dan sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri.
Kesalahan dalam pemenuhan ini akan menjadikan manusia gelisah dalam hidupnya.
Disebabkan oleh cinta Rasulullah SAW, sebuah komunitas yang biadab dapat dibimbing menuju peradaban yang hebat selama 14 abad lamanya.
Semua itu bersumber dari keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Keimanan dan ketakwaan yang mengalirkan kasih sayang dan kesegaran cinta, yang mengubah kekejaman menjadi kelembutan, kedurhakaan menjadi ketaatan, penindasan menjadi pengayoman, ketimpangan menjadi keadilan, dan peperangan menjadi perdamaian.
Jika mengaku mencintai Rasulullah SAW, mengapa kita tidak mengikuti pola cinta beliau. ''Katakanlah (hai Muhammad), 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'' (QS Ali Imran: 31).