Tuesday, February 07, 2006

Kekuatan Cinta

Kekuatan cinta memang luar biasa.
Orang yang jatuh cinta akan rela mengorbankan apa saja demi yang ia cintai.
Cinta menjadikan segalanya indah, meski harus dilalui dengan penderitaan.

Kekuatan cinta itulah yang menjadikan Bilal bin Rabbah lebih memilih dijemur di padang pasir yang panas daripada harus kembali kafir, meski sebongkah batu besar menindih hingga nyaris meremukkan tulang dadanya.

Dengan tenang ia menyebut nama kekasihnya, ''Ahad, Ahad, Ahad.''
Begitu pula dengan Abdurrahman bin Auf, saudagar kaya sahabat Rasulullah SAW.
Ia rela menghabiskan hartanya untuk kepentingan jihad fisabilillah.
Semuanya atas dasar cinta.

Sahabat lainnya juga merasakan betapa dahsyatnya kekuatan cinta itu.

Mereka rela berhijrah ke Madinah dengan berjalan kaki bermil-mil jauhnya, melintasi padang pasir yang kering dan panas demi menyelamatkan akidah.
Karena cintanya pada Allah SWT, dengan gagah berani mereka bergegas pergi ke medan perang.
Tanpa rasa takut, harta, darah, dan nyawa, mereka pertaruhkan dengan tebasan pedang dan tombak demi membuktikan cintanya yang tulus.
Cinta melahirkan pengorbanan dan prioritas.

Bukti cinta kepada Allah bukanlah hanya cerita masa lalu.

Saat ini kitapun bisa menyaksikan saudara-saudara kita yang begitu mencintai Allah, meski harta dan nyawa taruhannya.
Saya teringat kisah beberapa saudara kita di Medan yang begitu mendengar musibah Tsunami di Aceh, mereka langsung pergi membawa sepeda dan bekal secukupnya untuk menyelamatkan umat yang tersisa.
Begitu menempuh medan yang tak mungkin dilalui kendaraan, merekapun segera mengayuh sepeda bermil-mil untuk mencapai daerah bencana, meski tak satupun pers meliputnya. Bahkan ada seorang sukarelawan dari Jakarta yang sampai diamputasi tangannya setelah mengangkat beberapa jenazah sehingga tangannya terkena panyakit.

Mungkin kita pernah menjumpai seorang pedagang, karyawan, sopir, yang secara penghasilan sangat pas-pasan bahkan mungkin "terdzalimi" namun mereka tetap bertahan di tempat kerjanya hanya karena alasan dakwah.

"Kalo bukan kita yang mengurus umat di sini, siapa lagi?" begitu kata mereka.
Padahal mungkin mereka bisa pindah ke tempat yang lebih "basah" dan mengejar harta di tempat lain.
Rasanya tak ada motivasi lain pada diri mereka, selain karena mencintai Allah.

Sungguh jika kita mencintai Allah, maka Allah pun akan mencintai dan menolong kita.

Jika kita mencintai Allah, niscaya kita rela mengorbankan segalanya dengan pengorbanan yang terbaik.
Jika benar mencintai Allah SWT, niscaya kita mengambil dunia ini hanya sekadarnya.
Mencari harta bukan untuk bermegah-megahan, tapi sebagai sarana ibadah.
Jika benar mencintai Allah, niscaya kita akan bergegas wudhu ketika adzan dikumandangkan, karena hakikat adzan adalah panggilan Sang Kekasih.
Jika benar mencintai Allah SWT, tentu setiap sepertiga malam kita bangun mengerjakan shalat tahajud, meski lelah, kantuk, dan dingin mendera.
Jika kita memang mencintai Allah, tentu kita akan peduli terhadap kondisi akidah dan kesejahteraan umat.

Ibadah tanpa didasari cinta akan terasa berat dan sia-sia.

Sebagai orang yang mengaku beriman, betulkan kita sudah mencintai Allah?
Sudah sejauh mana kita mencintai-Nya melebihi cinta kita kepada yang lain?

Surga adalah kado terindah yang akan diterima oleh orang yang mencintai Allah pada saat perjumpaan pertamanya dengan Sang Kekasih.


''Katakanlah (hai Muhammad), jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.'' (QS. Ali-Imran: 31).