Friday, March 03, 2006

Empati ~ Simpati

Dalam pergaulan kita mengenal istilah simpati dan empati.
Apa sih pengertian dari keduanya maupun perbedaannya?
Dari perbincangan dengan seorang rekan empati memang lebih kearah emosional dibandingkan dengan simpati.
Kita bisa spontan mengungkapkan rasa simpati kita tapi belum tentu bisa berempati.
Sebagai contoh ada rekan yang keserempet mobil, kita akan menaruh rasa simpati cuma dengan mengucapkan "oh kamu keserempet ya? gak apa-apa kan?", sedangkan kalo rasa empati dapat diungkapakan dengan lebih emosional seperti kita sendiri yang merasakannya dan kata-katanya pun akan berbeda.

Kali ini kita akan membicarakan rasa empati dari sisi yang lain.
Tak banyak yang menyadari kalau empati punya energi yang begitu besar.
Ada dua arah aliran energi yang terus mengalir.
Pertama, aliran menuju ke dalam diri si empunya empati.
Dan keluar, membiakkan energi baru yang menerima empati.

Pengaruhnya kedalam diri, empati memunculkan perasaan cukup.
Ada rasa puas dengan anugerah Allah: baik yang sedikit, apalagi banyak.
Perasaan inilah yang kian langka di dunia materialis.
Semakin gigih orang mengejar kepuasan hidup, semakin kepuasan itu menjauh.
Hidup menjadi ruangan yang menakutkan dan menggelisahkan.
Inilah rumus unik dari hati manusia.
Semakin banyak aksi empati, kian menutup rasa tidak cukup.
Mata air ketenangan diri pun kian deras mengalir, membasahi rongga-ronga hati yang sempat mengering.

Pengaruh keluar adalah, hampir otomatis, empati yang tulus melahirkan simpati yang begitu besar.
Kalau empati melahirkan energi ketenangan dan kepuasan, simpati membangkitkan energi harap atau optimisme.
Dan dari simpati pula, bisa lahir energi pembelaan dan pengorbanan.

Sayangnya, empati bisa tercederai dengan lingkungan materialis.
Empati jenis ini tidak gratis.
Persis seperti empati yang diperlihatkan seorang sales. "Ada yang bisa kami bantu, Pak?"
Kalau jawabannya 'ya', maka empati bisa berbalas uang.
Tak beda dengan empati seperti itu, simpati pun bisa diolah mendapatkan keuntungan.
Jangan heran jika sebagian pengemis di Jakarta bisa berpenghasilan jutaan dalam sebulan.
Dalam cakupan yang lebih elit, pengolahan simpati yang apik bisa mengucurkan berbagai bantuan.

Kalau saja empati bisa terawat untuk tetap tulus, bersih, ikhlas; bukan cuma simpati penduduk bumi saja yang akan mengalir.
Yang di langit pun memberikan yang lebih bernilai. "Kemurahan hati adalah dari kecemerlangan hati dan pemberian Allah. Bermurah hatilah, niscaya Allah bermurah hati kepadamu." (HR. Athabrani)

Sebetulnya rasa empati bisa diajarkan pada anak kita dari sejak kecil menurut artikel yang kita baca. So artikel tersebut akan kita turunkan lain waktu.

(Sumber Inspirasi: An-Nahl)