Thursday, April 13, 2006

Saat Lapang & Sempit

Ada kalanya seseorang diposisikan oleh Allah ke dalam keadaan qabd (sempit) dan ia ingin segera hijrah ke posisi bast (lapang).
Betapa pun besarnya keinginan orang itu, jika suratan takdir Ilahi belum saatnya, maka ia akan tetap berada dalam kesempitan.
Semakin meronta untuk hijrah dari gelap ke terang, ia makin ''kesakitan''.
Bagaimana mungkin di malam yang pekat seseorang mencari secercah sinar matahari?
Itulah sebabnya, Syekh Atha'illah Asy-Syakandari dalam kitab Hikam-nya menerangkan bahwa saat qabd, seseorang hendaknya menenangkan dirinya dan bersabar menunggu fajar.
Dalam gelapnya malam, janganlah berharap mencari terangnya sinar matahari, tetapi hendaknya menikmati keadaan malam yang sesungguhnya yang tidak kalah dengan siang hari.

Memang, para tabi'ien dulu terinspirasi QS 3:190, ''Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.''

Mereka kemudian menafsirkan malam sebagai qabd dan siang adalah bast.
Karena Allah telah merumuskan terjadinya silih bergantinya malam dan siang (begitu juga sebaliknya), dengan demikian dua keadaan qabd dan bast adalah keniscayaan.

Para ulama tabi'ien dulu juga banyak yang menggali dua potensi tadi, yakni malam (qabd) dan siang (bast).

Ternyata, kesimpulan para ulama menyatakan bahwa keduanya memiliki potensi yang seimbang, baik kelebihan ataupun kelemahannya.

Pada siang hari, seseorang tentu bisa menikmati indah dan terangnya sinar matahari.

Tapi, dalam kondisi bast seperti itu, betapa banyak ''pejabat karbitan'' yang digiring masuk bui lantaran menikmati hasil korupsi?
Sebaliknya, di malam hari, seseorang bisa menikmati keindahan malam, seperti indahnya bulan dan bintang-gemintang, suasana romantis bagi suami-istri, dan seterusnya.

Namun, banyak pula rencana kejahatan dan kemungkaran yang dirancang pada malam hari.

Tak ayal jika kaum Muslim disunahkan membaca Surat Al Falaq dan An Naas, terutama di malam hari untuk menolak gangguan setan dan jin kafir.

Keadaan bast adalah pengejawantahan dari syukur, sedangkan qabd identik dengan kesabaran. Allah juga memberi kedua situasi tersebut kepada para nabi dan rasul-Nya.

Nabi Sulaiman AS yang telah dikaruniai-Nya beragam keistimewaan dan kelebihan, juga mengajari bagaimana cara bersyukur yang baik.

Kaum Muslimin pun banyak yang meniru dan ingin mendapat karunia seperti beliau.

Tapi sayang, mereka enggan mengikuti junjungan Nabi Muhammad SAW yang berdoa, ''Ya Allah, hidupkanlah aku sebagai seorang miskin, matikanlah aku sebagai seorang miskin, dan bangkitkanlah aku kelak dalam kelompok orang-orang miskin.'' (Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir).

Tetapi, miskin yang dimaksud dalam hadis tersebut, menurut Dr Yusuf Qardhawi (Bagaimana Memahami Hadits Nabi SAW), adalah sikap tawadhu' dan rendah hati.

Memang demikianlah Rasulullah menjalani hidup sehari-hari, amat jauh dari takabur. (WS)

(Sumber: Hikmah Republika)