Friday, March 31, 2006

AA Gym, Selalu Menata Hati

Betapa indahnya sekiranya kita memiliki qolbu yang senantiasa tertata, terpelihara, terawat dengan sebaik-baiknya. Ibarat taman bunga yang pemiliknya mampu merawatnya dengan penuh kesabaran dan ketelatenan. Alur-alur penanamannya tertata rapih. Pengelompokan jenis dan warna bunganya berkombinasi secara artistik. Yang ditanam hanya tanaman bunga yang memiliki warna-warni yang indah atau bahkan yang menyemerbakan keharuman yang menyegarkan.

Rerumputan liar yang tumbuh dibawahnya senantiasa disiangi. Parasit ataupun hama yang akan merusak batang dan daunnya dimusnahkan. Tak lupa setiap hari disiraminya dengan merata, dengan air yang bersih. Tak akan dibiarkan ada dahan yang patah atau ranting yang mengering.

Walhasil, tanahnya senantiasa gembur, tanaman bunga pun tumbuh dengan subur. Dedaunannya sehat menghijau. Dan, subhanallah, bila pagi tiba manakala sang matahari naik sepenggalah, dan saat titik-titik embun yang bergelayutan di ujung dedaunan menagkap kilatan cahayanya, bunga-bunga itu, dengan aneka warnanya, mekar merekah. Wewangian harumnya semerbak ke seantero taman, tak hanya tercium oleh pemiliknya, tetapi juga oleh siapapun yang kebetulan berlalu dekat taman. Sungguh, alangkah indah dan mengesankan.

Begitu pun qolbu yang senantiasa tertata, terpelihara, serta terawat dengan sebaik-baiknya. Pemiliknya akan senantiasa merasakan lapang, tenteram, tenang, sejuk, dan indahnya hidup di dunia ini. Semua ini akan tersemburat pula dalam setiap gerak-geriknya, perilakunya, tutur katanya, sunggingan senyumnya, tatapan matanya, riak air mukanya, bahkan diamnya sekalipun.

Orang yang hatinya tertata dengan baik tak pernah merasa resah gelisah, tak pernah bermuram durja, tak pernah gundah gulana. Kemana pun pergi dan dimana pun berada, ia senantiasa mampu mengendalikan hatinya. Dirinya senantiasa berada dalam kondisi damai dan mendamaikan, tenang dan menenangkan, tenteram dan menenteramkan. Hatinya bagai embun yang menggelayut di dedaunan di pagi hari, jernih, bersinar, sejuk, dan menyegarkan. Hatinya tertambat bukan kepada barang-barang yang fana, melainkan selalu ingat dan merindukan Zat yang Maha Memberi Ketenteraman, Allah Azza wa Jalla.

Ia yakin dengan keyakinan yang amat sangat bahwa hanya dengan mengingat dan merindukan Allah, hanya dengan menyebut-nyebut namanya setiap saat, meyakini dan mengamalkan ayat-ayat-Nya, maka hatinya menjadi tenteram. Tantangan apapun dihadapinya, seberat apapun, diterimanya dengan ikhlas. Dihadapinya dengan sunggingan senyum dan lapang dada. Baginya tak ada masalah sebab yang menjadi masalah hanyalah caranya yang salah dalam menghadapi masalah.

Adalah kebalikannya dengan orang yang berhati semrawut dan kusut masai. Ia bagaikan kamar mandi yang kumuh dan tidak terpelihara. Lantainya penuh dengan kotoran. Lubang WC-nya masih belepotan sisa kotoran. Dindingnya kotor dan kusam. Gayungnya bocor, kotor, dan berlendir. Pintunya tak berselot. Krannya susah diputar dan air pun sulit untuk mengalir. Tak ada gantungan. Baunya membuat setiap orang yang menghampirinya menutup hidung. Sudah pasti setiap orang enggan memasukinya. Kalaupun ada yang sudi memasukinya, pastilah karena tak ada pilihan lain dan dalam keadaan yang sangat terdesak. Itu pun seraya menutup hidung dan menghindarkan pandangan sebisa-bisanya.

Begitu pun keadaannya dengan orang yang berhati kusam. Ia senantiasa tampak resah dan gelisah. Hatinya dikotori dengan buruk sangka, dendam kesumat, licik, tak mau kompromi, mudah tersinggung, tidak senang melihat orang lain berbahagia, kikir, dan lain-lain penyakit hati yang terus menerus menumpuk, hingga sulit untuk dihilangkan.

Sungguh, orang yang berhati busuk seperti itu akan mendapatkan kerugian yang berlipat-lipat. Tidak saja hatinya yang selalu gelisah, namun juga orang lain yang melihatnya pun akan merasa jijik dan tidak akan menaruh hormat sedikit pun jua. Ia akan dicibir dan dilecehkan orang. Ia akan tidak disukai, sehingga sangat mungkin akan tersisih dari pergaulan. Terlepas siapa orangnya. Adakah ia orang berilmu, berharta banyak, pejabat atau siapapun; kalau berhati busuk, niscaya akan mendapat celaan dari masyarakat yang mengenalnya. Derajatnya pun mungkin akan sama atau, bahkan, lebih hina dari pada apa yang dikeluarkan dari perutnya.

Bagi orang yang demikian, selain derajat kemuliannya, akan jatuh di hadapan manusia, juga di hadapan Allah. Ini dikarenakan hari-harinya selalu diwarnai dengan aneka perbuatan yang mengundang dosa. Allah tidak akan pernah berlaku aniaya terhadap makhluk-makhluknya. Sesungguhnyalah apa yang didapatkan seseorang itu, tidak bisa tidak, merupakan buah dari apa yang diusahakannya.

"Dan bahwasannya manusia tidak akan memperoleh (sesuatu), selain dari apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasannya kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberikan balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna." (QS. An Najm {53} : 39-41), demikian firman Allah Azza wa Jalla.

Kebaikan yang ditunaikan dan kejahatan yang diperbuat seseorang pastilah akan kembali kepada pelakunya. Jika berbuat kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala sesuai dengan takaran yang telah dijanjikan-Nya. Sebaliknya, jika berbuat kejahatan, niscaya ia akan mendapatkan balasan siksa sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukannya. Sedangkan kebaikan dan kejahatan tidaklah bisa berhimpun dalam satu kesatuan.

Orang yang hatinya tertata rapih adalah orang yang telah berhasil merintis jalan ke arah kebaikan. Ia tidak akan tergoyahkan dengan aneka rayuan dunia yang tampak menggiurkan. Ia akan melangkah pada jalan yang lurus. Dititinya tahapan kebaikan itu hingga mencapai titik puncak. Sementara itu ia akan berusaha sekuat-kuatnya untuk berusaha sekuat-kuatnya untuk memelihara dirinya dari sikap riya, ujub, dan perilaku rendah lainnya. Oleh karenanya, surga sebaik-baiknya tempat kembali, tentulah telah disediakan bagi kepulangannya ke yaumil akhir kelak. Bahkan ketika hidup di dunia yang singkat ini pun ia akan menikmati buah dari segala amal baiknya.

Dengan demikian, sungguh betapa beruntungnya orang yang senantiasa bersungguh-sungguh menata hatinya karena berarti ia telah menabung aneka kebaikan yang akan segera dipetik hasilnya dunia akhirat. Sebaliknya alangkan malangnya orang yang selama hidupnya lalai dan membiarkan hatinya kusut masai dan kotor. Karena, jangankan akhirat kelak, bahkan ketika hidup di dunia pun nyaris tidak akan pernah merasakan nikmatnya hidup tenteram, nyaman, dan lapang.

Marilah kita senantiasa melatih diri untuk menyingkirkan segala penyebab yang potensial bisa menimbulkan ketidaknyamanan di dalam hati ini. Karena, dengan hati yang nyaman, indah, dan lapang, niscaya akan membuat hidup ini terasa damai, karena berseliwerannya aneka masalah sama sekali tidak akan pernah membuat dirinya terjebak dalam kesulitan hidup karena selalu mampu menemukan jalan keluar terbaiknya, dengan izin Allah. Insya Allah!***

Monday, March 27, 2006

AA Gym, Buah Kebeningan Hati

Sungguh beruntung bagi siapapun yang mampu menata qolbunya menjadi bening, jernih, bersih, dan selamat.
Sungguh berbahagia dan mengesankan bagi siapapun sekiranya memiliki qolbu yang tertata, terpelihara, dan terawat dengan sebaik-baiknya.
Karena selain senantiasa merasakan kelapangan, ketenangan, ketenteraman, kesejukan, dan indahnya hidup di dunia ini, pancaran kebeningan hati pun akan tersemburat pula dari indahnya setiap aktivitas yang dilakukan.

Betapa tidak, orang yang hatinya tertata dengan baik, wajahnya akan jauh lebih jernih.

Bagai embun menggelayut di ujung dedaunan di pagi hari yang cerah lalu terpancari sejuknya sinar mentari pagi; jernih, bersinar, sejuk, dan menyegarkan.
Tidak berlebihan jika setiap orang akan merasa nikmat menatap pemilik wajah yang cerah, ceria, penuh sungging senyuman tulus seperti ini.

Begitu pula ketika berkata, kata-katanya akan bersih dari melukai, jauh dari kata-kata yang menyombongkan diri, terlebih lagi ia terpelihara dari kata-kata riya, subhanallah.

Setiap butir kata yang keluar dari lisannya yang telah tertata dengan baik ini, akan terasa sarat dengan hikmah, sarat dengan makna, dan sarat akan mamfaat.
Tutur katanya bernas dan berharga. Inilah buah dari gelegak keinginan di lubuk hatinya yang paling dalam untuk senantiasa membahagiakan orang lain.

Kesehatan tubuh pun terpancari pula oleh kebeningan hati, buah dari kemampuannya menata qolbu.

Detak jantung menjadi terpelihara, tekanan darah terjaga, ketegangan berkurang,dan kondisi diri yang senantiasa diliputi kedamaian.
Tak berlebihan jika tubuh pun menjadi lebih sehat, lebih segar, dan lebih fit.
Tentu saja tubuh yang sehat dan segar seperti ini akan jauh lebih memungkinkan untuk berbuat banyak kepada umat.

Orang yang bening hati, akal pikirannya pun akan jauh lebih jernih.

Baginya tidak ada waktu untuk berpikir jelek sedetik pun jua.
Apalagi berpikir untuk menzhalimi orang lain, sama sekali tidak terlintas dibenaknya.
Waktu baginya sangat berharga. Mana mungkin sesuatu yang berharga digunakan untuk hal-hal yang tidak berharga? Sungguh suatu kebodohan yang tidak terkira.
Karenanya dalam menjalani setiap detik yang dilaluinya ia pusatkan segala kemampuannya untuk menyelesaikan setiap tugas hidupnya.
Tak berlebihan jika orang yang berbening hati seperti ini akan lebih mudah memahami setiap permasalahan, lebih mudah menyerap aneka ilmu pengetahuan, dan lebih cerdas dalam melakukan beragam kreativitas pemikiran.
Subhanallah, bening hati ternyata telah membuahkan aneka solusi optimal dari kemampuan akal pikirannya.

Walhasil, orang yang telah tertata hatinya adalah orang yang telah berhasil merintis tapak demi tapak jalan ke arah kebaikan tidak mengherankan ketika ia menjalin hubungan dengan sesama manusia pun menjadi sesuatu yang teramat mengesankan.

Hatinya yang bersih membuat terpancar darinya akhlak yang indah mempesona, rendah hati, dan penuh dengan kesantunan.
Siapapun yang berjumpa akan merasa kesan yang mendalam, siapapun yang bertemu akan memperoleh aneka mamfaat kebaikan, bahkan ketika berpisah sekalipun, orang seperti ini menjadi buah kenangan yang tak mudah dilupakan.

Dan, Subhanallah, lebih dari semua itu, kebeningan hatipun ternyata dapat membuat hubungan dengan Allah menjadi luar biasa mamfaatnya.

Dengan berbekal keyakinan yang mendalam, mengingat dan menyebut-Nya setiap saat, meyakini dan mengamalkan ayat-ayat-Nya, membuat hatinya menjadi tenang dan tenteram. Konsekuensinya, dia pun menjadi lebih akrab dengan Allah, ibadahnya lebih terasa nikmat dan lezat. Begitu pula do’a-do’anya menjadi luar biasa mustajabnya.
Mustajabnya do’a tentu akan menjadi solusi bagi persoalan-persoalan hidup yang dihadapinya. Dan yang paling luar biasa adalah karunia perjumpaan dengan Allah Azza wa Jalla di akhirat kelak, Allahu Akbar.

Pendek kata orang yang bersih hati itu, luar biasa nikmatnya, luar biasa bahagianya, dan luar biasa mulianya. Tidak hanya di dunia ini, tapi juga di akhirat kelak.

Tidak rindukah kita memiliki hati yang bersih?

Silahkan bandingkan dengan orang yang berperilaku sebaliknya; berhati busuk, semrawut, dan kusut masai.

Wajahnya bermuram durja, kusam, dan senantiasa tampak resah dan gelisah. Kata-katanya bengis, kasar, dan ketus.
Hatinya pun senantiasa dikotori buruk sangka, dendam kesumat, licik, tak mau kompromi, mudah tersinggung, tidak senang melihat orang lain bahagia, kikir, dan lain-lain penyakit hati yang terus menerus menumpuk, hingga sulit untuk dihilangkan.
Tak berlebihan bila perilakunya pun menjadi hina dan nista, jauh dari perilaku terhormat, lebih dari itu, badannya pun menjadi mudah terserang penyakit.
Penyakit buah dari kebusukan hati, buah dari ketegangan jiwa, dan buah dari letihnya pikiran diterpa aneka rona masalah kehidupan.
Selain itu, akal pikirannya pun menjadi sempit dan bahkan lebih banyak berpikir tentang kezhaliman.

Oleh karenanya, bagi orang yang busuk hati sama sekali tidak ada waktu untuk bertambah ilmu. Segenap waktunya habis hanya digunakan untuk memuntahkan ketidaksukaannya kepada orang lain.

Tidak mengherankan bila hubungan dengan Allah SWT pun menjadi hancur berantakan, ibadah tidak lagi menjadi nikmat dan bahkan menjadi rusak dan kering.
Lebih rugi lagi, ia menjadi jauh dari rahmat Allah.
Akibatnya pun jelas, do’a menjadi tidak ijabah (terkabul), dan aneka masalah pun segera datang menghampiri, naudzubillaah (kita berlindung kepada Allah).

Ternyata hanya kerugian dan kerugian saja yang didapati orang berhati busuk. Betapa malangnya.

Pantaslah Allah SWT dalam hal ini telah mengingatkan kita dalam sebuah Firman-Nya : "Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (Q.S. Asy-Syam [91] : 9 – 10).

Ingatlah, hidup hanya satu kali dan siapa tahu tidak lama lagi kita akan mati.

Marilah bersama-sama bergabung dalam barisan orang-orang yang terus memperbaiki diri, dan mudah-mudahan kita menjadi contoh awal bagaimana menjadikan hidup indah dan prestatif dengan bening hati, Insya Allah.

Friday, March 24, 2006

Memperindah Hati Ala AA Gym

Setiap manusia tentulah sangat menyukai dan merindukan keindahan.
Banyak orang yang menganggap keindahan adalah pangkal dari segala puji dan harga.
Tidak usah heran kalau banyak orang memburunya.
Ada orang yang berani pergi beratus bahkan beribu kilometer semata-mata untuk mencari suasana pemandangan yang indah.
Banyak orang rela membuang waktu untuk berlatih mengolah jasmani setiap saat karena sangat ingin memiliki tubuh yang indah.
Tak sedikit juga orang berani membelanjakan uangnya berjuta bahkan bermilyar karena sangat rindu memiliki rumah atau kendaraan mewah.

Akan tetapi, apa yang terjadi? Tak jarang kita menyaksikan betapa terhadap orang-orang yang memiliki pakaian dan penampilan yang mahal dan indah, yang datang ternyata bukan penghargaan, melainkan justru penghinaaan.
Ada juga orang yang memiliki rumah megah dan mewah, tetapi bukannya mendapatkan pujian, melainkan malah cibiran dan cacian.
Mengapa keindahan yang tadinya disangka akan mengangkat derajat kemuliaan malah sebaliknya, padahal kunci keindahan yang sesungguhnya adalah jika sesorang merawat serta memperhatikan kecantikan dan keindahan hati.
Inilah pangkal kemuliaan sebenarnya.

Rasulullah SAW pakaiannya tidak bertabur bintang penghargaan, tanda jasa, dan pangkat.
Akan tetapi, demi Allah sampai saat ini tidak pernah berkurang kemuliaannya.
Rasulullah SAW tidak menggunakan singgasana dari emas yang gemerlap, ataupun memiliki rumah yang megah dan indah.
Akan tetapi, sampai detik ini sama sekali tidak pernah luntur pujian dan penghargaan terhadapnya, bahkan hingga kelak datang akhir zaman.
Apakah rahasianya? Ternyata semua itu dikarenakan Rasulullah SAW adalah orang yang sangat menjaga mutu keindahan dan kesucian hatinya.

Rasulullah SAW bersabda, "Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu!" (HR. Bukhari dan Muslim).

Boleh saja kita memakai segala apapun yang indah-indah.
Namun, kalau tidak memiliki hati yang indah,demi Allah tidak akan pernah ada keindahan yang sebenarnya.
Karenanya jangan terpedaya oleh keindahan dunia.
Lihatlah, begitu banyak wanita malang yang tidak mengenal moral dan harga diri.
Mereka pun tidak kalah indah dan molek wajah, tubuh, ataupun penampilannya.
Kendatipun demikian, mereka tetap diberi oleh Allah dunia yang indah dan melimpah.

Ternyata dunia dan kemewahan bukanlah tanda kemuliaan yang sesungguhnya karena orang-orang yang rusak dan durjana sekalipun diberi aneka kemewahan yang melimpah ruah oleh Allah.
Kunci bagi orang-orang yang ingin sukses, yang ingin benar-benar merasakan lezat dan mulianya hidup, adalah orang-orang yang sangat memelihara serta merawat keindahan dan kesucian qalbunya.

Imam Al Ghazali menggolongkan hati ke dalam tiga golongan, yakni yang sehat (qolbun shahih), hati yang sakit (qolbun maridh), dan hati yang mati (qolbun mayyit).

Seseorang yang memiliki hati sehat tak ubahnya memiliki tubuh yang sehat. Ia akan berfungsi optimal. Ia akan mampu memilih dan memilah setiap rencana atas suatu tindakan, sehingga setiap yang akan diperbuatnya benar-benar sudah melewati perhitungan yang jitu berdasarkan hati nurani yang bersih.

Orang yang paling beruntung memiliki hati yang sehat adalah orang yang dapat mengenal Allah Azza wa Jalla dengan baik.
Semakin cemerlang hatinya, maka akan semakin mengenal dia.
Penguasa jagat raya alam semesta ini. Ia akan memiliki mutu pribadi yang begitu hebat dan mempesona.
Tidak akan pernah menjadi ujub dan takabur ketika mendapatkan sesuatu, namun sebaliknya akan menjadi orang yang tersungkur bersujud.
Semakin tinggi pangkatnya, akan membuatnya semakin rendah hati.
Kian melimpah hartanya, ia akan kian dermawan.
Semua itu dikarenakan ia menyadari, bahwa semua yang ada adalah titipan Allah semata.
Tidak dinafkahkan di jalan Allah, pasti Allah akan mengambilnya jika Dia kehendaki.

Semakin bersih hati, hidupnya akan selalu diselimuti rasa syukur.
Dikaruniai apa saja, kendati sedikit, ia tidak akan habis-habisnya meyakini bahwa semua ini adalah titipan Allah semata, sehingga amat jauh dari sikap ujub dan takabur.
Persis seperti ucapan yang terlontar dari lisan Nabi Sulaiman AS, tatkala dirinya dianugerahi Allah berbagai kelebihan, "Haadzaa min fadhli Rabbii, liyabluwani a-asykuru am afkuru." (QS. An Naml [27] : 40).
Ini termasuk karunia Tuhanku, untuk mengujiku apakah aku mampu bersyukur atau malah kufur atas nikmat-Nya.

Suatu saat bagi Allah akan menimpakkan ujian dan bala.
Bagi orang yang hatinya bersih, semua itu tidak kalah terasa nikmatnya.
Ujian dan persoalan yang menimpa justru benar-benar akan membuatnya kian merasakan indahnya hidup ini.
Karena, orang yang mengenal Allah dengan baik berkat hati yang bersih, akan merasa yakin bahwa ujian adalah salah satu perangkat kasih sayang Allah, yang membuat seseorang semakin bermutu.

Dengan persoalan akan menjadikannya semakin bertambah ilmu.
Dengan persoalan akan bertambahlah ganjaran. Dengan persoalan pula derajat kemuliaan seorang hamba Allah akan bertambah baik, sehingga ia tidak pernah resah, kecewa, dan berkeluh kesah karena menyadari bahwa persoalan merupakan bagian yang harus dinikmati dalam hidup ini.

Oleh karenanya, tidak usah heran orang yang hatinya bersih, ditimpa apapun dalam hidup ini, sungguh bagaikan air di relung lautan yang dalam.
Tidak pernah akan berguncang walaupun ombak badai saling menerjang.
Ibarat karang yang tegak tegar, dihantam ombak sedahsyat apapun tidak akan pernah roboh. Tidak ada putus asa, tidak ada keluh kesah berkepanjangan.
Yang ada hanya kejernihan dan keindahan hati. Ia amat yakin dengan janji Allah, "Laa yukalifullahu nafasan illa wus’ahaa." (QS. Al Baqarah [2] : 286).
Allah tidak akan membebani seseorang, kecuali sesuai dengan kesanggupannya.
Pasti semua yang menimpa sudah diukur oleh-Nya. Mahasuci Allah dari perbuatan zhalim kepada hamba-hamba-Nya.

Ia sangat yakin bahwa hujan pasti berhenti. Badai pasti berlalu.
Malam pasti berganti menjadi siang. Tidak ada satu pun ujian yang menimpa, kecuali pasti akan ada titik akhirnya. Ia tidak berubah bagai intan yang akan tetap kemilau walaupun dihantam dengan apapun jua.

Memang luar biasa orang yang memiliki hati yang bersih.
Nikmat datang tak pernah membuatnya lalai bersyukur, sementara sekalipun musibah yang menerjang, sama sekali tidak akan pernah mengurangi keyakinan akan curahan kasih sayang-Nya.
Semua itu dikarenakan ia bisa menyelami sesuatu secara lebih dalam atas musibah yang menimpa dirinya, sehingga tergapailah sang mutiara hikmah.
Subhanallaah, sungguh teramat beruntung siapapun yang senantiasa berikhtiar dengan sekuat-kuatnya untuk memperindah qolbunya.***

Friday, March 17, 2006

Kematian Terindah

''Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu (kematiannya), maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mungundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) mengajukannya.'' (QS Al-A'raf: 34).

Banyak orang merasa ngeri menghadapi kematian.
Padahal, kematian adalah perkara gaib yang sering kita saksikan dan pasti menjumpai kita. Persoalannya bukan kapan kematian itu datang.
Akan tetapi, apa yang telah kita siapkan untuk bekal kematian itu, sehingga kematian yang menjemput tanpa memberi kabar menjadi saat terindah karena pada saat itu kita akan berjumpa dengan Allah SWT.

Kematian yang dianggap mengerikan bagi kebanyakan manusia, justru menjadi saat terindah lagi mengharukan bagi orang bertakwa.
Di saat ruhnya keluar dari jasad, saat itu Allah SWT memangilnya dengan lembut, ''Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka, masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.''(QS Al-Fajr: 27-30).

Itulah kematian yang indah.
Untuk menemui kematian yang indah itu, Allah SWT berfirman, ''Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul dari kamu yang membacakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barang siapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kehawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.'' (QS Al-A'raf: 35).

Untuk mencapai derajat ketakwaan, Allah SWT mengingatkan dengan firman-Nya, ''Sesungguhnya tiap-tiap kamu ada (malaikat) yang mengawasi pekerjaanmu. Yang diridhai di sisi Allah dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakaan.'' (QS Al-Infithaar: 10-12).

Karena senantiasa diawasi, maka kita harus menjaga diri untuk tidak berbuat dosa, baik secara sembunyi maupun terang-terangan dan segera bertaubat jika melakukan khilaf dan dosa.
''Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat balasanya.'' (QS Az-Zalzalah: 7-8).

Sesungguhnya Allah SWT tidak ridha pada kematian seseorang, kecuali matinya dalam keadaan berserah diri (muslim). ''Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu dengan sebenar-benarnya takwa dan janganlah kamu mati, kecuali dalam keadaan berserah diri (muslim).'' (QS Ali-Imron: 102).

Kematian bagi seorang Muslim bukanlah hal yang mengkhawatirkan.
Justru kematian akan menjadi saat yang ditunggu dan dirindu karena ingin bersegera melihat Tuhan yang selama ini ia sembah, Tuhan yang menciptakan dirinya, dan Tuhan yang memberinya rezeki.

Friday, March 10, 2006

Kasih Sayang


''Dan tiadalah Kami utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat (pembawa kasih sayang) bagi seluruh alam.'' (QS Al-Anbiya: 107).
Ayat ini menjadi bukti bahwa Islam memperhatikan dan mengajarkan kasih sayang.
Bukan hanya untuk manusia, tetapi juga bagi makhluk lainnya.
Karena itu, segala bentuk aktivitas hendaknya dibangun dengan kasih sayang.

Rasulullah SAW menggambarkan kasih sayang di antara para pengikutnya. ''Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencinta, saling mengasihi, dan saling menyayang, bagaikan sebuah tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka seluruh tubuh merasa sakit, tidak dapat tidur dan terasa demam.'' (HR Muslim).

Kasih sayang akan mengantarkan keberuntungan di dunia dan akhirat.
Allah SWT telah menetapkan kasih sayang atas diri-Nya.
Dia menegaskan, ''Katakanlah, 'Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?' Katakanlah. 'Kepunyaan Allah.' Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman.'' (QS Al-An'am: 12).

Allah SWT akan memberikan pahala dan ampunan-Nya bagi mereka yang menebarkan kasih sayang.

Imam Muslim meriwayatkan hadis yang bersumber dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW pernah bercerita, ''Pada suatu ketika, ada seorang laki-laki--di riwayat lain seorang perempuan pelacur bangsa Yahudi--sedang berjalan melalui sebuah jalan, lalu dia merasa sangat kehausan. Kemudian dia menemukan sebuah sumur, maka dia turun ke sumur itu untuk minum. Setelah keluar dari sumur, dilihatnya seekor anjing menjulurkan lidah menjilat-jilat tanah karena kehausan. Orang itu berkata dalam hatinya, 'Alangkah hausnya anjing itu, seperti yang baru kualami.' Lalu dia turun kembali ke sumur, dicedoknya air dengan sepatunya, dibawanya ke atas dan diminumkannya kepada anjing itu.''

Lebih lanjut Imam Muslim menulis sabda Rasululla SAW, ''Maka Allah berterima kasih kepada orang itu dan diampuni-Nya dosanya.''
Mendengar keutamaan ini, para sahabat antusias bertanya kepada Nabi.
''Ya Rasulullah! Dapat pahalakah kami menyayangi hewan-hewan ini?'' tanya para sahabat. ''Menyayangi setiap makhluk hidup itu mendapat pahala,'' demikian jawaban Rasulullah.

Keutamaan lain, Allah SWT akan menyayangi orang-orang yang menebarkan dan mewujudkan kasih sayang. ''Dan sesungguhnya Allah hanya menyayangi orang-orang yang memiliki sifat kasih sayang,'' jelas Rasulullah SAW.

Sebaliknya, Allah SWT tidak akan menyayangi orang yang tidak menyayangi penduduk bumi (manusia).
''Allah tidak akan menyayangi orang yang tidak menyayangi manusia.'' (HR Bukhari).


(Sumber: Hikmah)

Tuesday, March 07, 2006

Keagungan Cinta

Seseorang datang ke Rasulullah SAW.
Ia bercerita telah menggendong ibunya di pundaknya sendirian selama menjalani seluruh rukun dan wajib haji.
Ia ingin mengetahui apakah perbuatannya itu telah dapat membalas kebaikan yang selama ini ditunjukkan ibunya di masa kanak-kanak.
Rasulullah SAW menjawab, ''Tidak, semua yang telah kau kerjakan itu belum dapat membalas satu kali rasa sakit karena kontraksi rahim ketika ibumu melahirkanmu ke dunia.''
Tanpa disadari, seringkali seorang anak berbuat maksiat kepada orang tuanya.
Padahal, keberadaannya di dunia tak lepas dari keikhlasan kasih sayang keduanya, terlebih sang ibu yang telah mempertaruhkan nyawa dalam persalinan.

Tak jarang anak menuntut sesuatu yang meniadakan cinta dan pengorbanan mereka, walaupun sekadar ucapan ''... ah,'' kepada ibunya.
Allah SWT dalam QS Al-Israa': 23 dengan tegas melarang seorang anak mengatakan itu.
Allah SWT menggariskan, jika orang tua mencintai anaknya, si anak kasih terhadap ayah ibunya, dan suami istri saling menyayangi, maka otomatis terengkuhlah sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Rasulullah SAW adalah figur utama dalam mengekspresikan cinta.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa al-Aqra' bin Haabis at-Tamimi mengunjungi Rasulullah SAW.
Ia merasa kagum melihat Rasulullah SAW mencium cucunya, Hasan. Al-Aqra' lalu berkata, ''Aku memiliki 10 orang anak, namun aku tidak pernah memeluk seorang pun dari mereka.'' Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ''Siapa yang tidak menyayangi, niscaya ia tidak akan disayangi.'' (HR Bukhari).
Di antara kesibukannya sebagai kepala negara, Rasulullah SAW masih menyempatkan diri untuk memberikan perhatian kepada cucunya tersayang.
Islam membiarkan umatnya dalam memaknai dan membahasakan hakikat cinta antarsesama.

Cinta merupakan naluri manusia yang harus dipenuhi dengan benar dan sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri.
Kesalahan dalam pemenuhan ini akan menjadikan manusia gelisah dalam hidupnya.
Disebabkan oleh cinta Rasulullah SAW, sebuah komunitas yang biadab dapat dibimbing menuju peradaban yang hebat selama 14 abad lamanya.
Semua itu bersumber dari keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Keimanan dan ketakwaan yang mengalirkan kasih sayang dan kesegaran cinta, yang mengubah kekejaman menjadi kelembutan, kedurhakaan menjadi ketaatan, penindasan menjadi pengayoman, ketimpangan menjadi keadilan, dan peperangan menjadi perdamaian.
Jika mengaku mencintai Rasulullah SAW, mengapa kita tidak mengikuti pola cinta beliau. ''Katakanlah (hai Muhammad), 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'' (QS Ali Imran: 31).

Friday, March 03, 2006

Empati ~ Simpati

Dalam pergaulan kita mengenal istilah simpati dan empati.
Apa sih pengertian dari keduanya maupun perbedaannya?
Dari perbincangan dengan seorang rekan empati memang lebih kearah emosional dibandingkan dengan simpati.
Kita bisa spontan mengungkapkan rasa simpati kita tapi belum tentu bisa berempati.
Sebagai contoh ada rekan yang keserempet mobil, kita akan menaruh rasa simpati cuma dengan mengucapkan "oh kamu keserempet ya? gak apa-apa kan?", sedangkan kalo rasa empati dapat diungkapakan dengan lebih emosional seperti kita sendiri yang merasakannya dan kata-katanya pun akan berbeda.

Kali ini kita akan membicarakan rasa empati dari sisi yang lain.
Tak banyak yang menyadari kalau empati punya energi yang begitu besar.
Ada dua arah aliran energi yang terus mengalir.
Pertama, aliran menuju ke dalam diri si empunya empati.
Dan keluar, membiakkan energi baru yang menerima empati.

Pengaruhnya kedalam diri, empati memunculkan perasaan cukup.
Ada rasa puas dengan anugerah Allah: baik yang sedikit, apalagi banyak.
Perasaan inilah yang kian langka di dunia materialis.
Semakin gigih orang mengejar kepuasan hidup, semakin kepuasan itu menjauh.
Hidup menjadi ruangan yang menakutkan dan menggelisahkan.
Inilah rumus unik dari hati manusia.
Semakin banyak aksi empati, kian menutup rasa tidak cukup.
Mata air ketenangan diri pun kian deras mengalir, membasahi rongga-ronga hati yang sempat mengering.

Pengaruh keluar adalah, hampir otomatis, empati yang tulus melahirkan simpati yang begitu besar.
Kalau empati melahirkan energi ketenangan dan kepuasan, simpati membangkitkan energi harap atau optimisme.
Dan dari simpati pula, bisa lahir energi pembelaan dan pengorbanan.

Sayangnya, empati bisa tercederai dengan lingkungan materialis.
Empati jenis ini tidak gratis.
Persis seperti empati yang diperlihatkan seorang sales. "Ada yang bisa kami bantu, Pak?"
Kalau jawabannya 'ya', maka empati bisa berbalas uang.
Tak beda dengan empati seperti itu, simpati pun bisa diolah mendapatkan keuntungan.
Jangan heran jika sebagian pengemis di Jakarta bisa berpenghasilan jutaan dalam sebulan.
Dalam cakupan yang lebih elit, pengolahan simpati yang apik bisa mengucurkan berbagai bantuan.

Kalau saja empati bisa terawat untuk tetap tulus, bersih, ikhlas; bukan cuma simpati penduduk bumi saja yang akan mengalir.
Yang di langit pun memberikan yang lebih bernilai. "Kemurahan hati adalah dari kecemerlangan hati dan pemberian Allah. Bermurah hatilah, niscaya Allah bermurah hati kepadamu." (HR. Athabrani)

Sebetulnya rasa empati bisa diajarkan pada anak kita dari sejak kecil menurut artikel yang kita baca. So artikel tersebut akan kita turunkan lain waktu.

(Sumber Inspirasi: An-Nahl)

Wednesday, March 01, 2006

Tausiah AA Gym: Tiga Tugas Manusia

Bila semua yang dilakukan kita niatkan sebagai ibadah; sebagai sarana meraih ridha Allah, pasti hidup kita akan tenang.
Saudaraku, satu hal penting dalam hidup adalah memiliki tujuan.
Kita harus bisa menjawab: untuk apa kita hidup dan apa yang harus kita lakukan untuk mengisinya.


Memahami secara benar tujuan hidup, akan membuat semua yang kita lakukan lebih terarah, terfokus dan kita pun bisa terhindar dari perbuatan sia-sia.
Orang yang memiliki tujuan, walau lambat jalannya, jauh lebih baik dari orang yang melakukan percepatan tapi tidak memiliki tujuan.
Walau lambat, asal istikamah melangkah, insya Allah ia akan sampai ke tempat tujuan.

Setidaknya ada tiga tugas utama yang menanti kita, dan ke sanalah tujuan hidup kita arahkan.
Tugas pertama adalah beribadah kepada Allah SWT. "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku," demikian firman Allah dalam
QS Adz Dzaariyat [51] ayat 56.
Jadi, kita adalah hamba Allah.

Kita harus yakin tiada penguasa yang kekal abadi selain Allah.
Kita harus yakin bahwa semua yang ada di dunia ini seratus persen ada dalam genggaman Allah. Juga, semua yang terjadi mutlak atas izin Allah.

Hikmahnya, kita tidak boleh menjadi hamba apa pun, selain menjadi hamba Allah.
Saudaraku, bila semua yang dilakukan kita niatkan sebagai ibadah; sebagai sarana meraih ridha Allah, pasti hidup kita akan tenang.
Jaminan Allah tidak akan tertukar.
Masalahnya, sudah ikhlas atau belum niat kita; sudah benar atau belum ikhtiar kita?

Kedua, tugas sebagai khalifah. Allah Yang Mahamulia menjadikan kita sebagai khalifah atau wakil Allah di muka bumi.
Maka, jangan pernah terbetik dalam pikiran untuk menyia-nyiakan amanah besar ini.
Jangan pernah terpikir untuk bertindak setengah-setengah, delapan puluh persen, atau sembilan puluh persen.
Lakukanlah seratus persen. Lakukan secara maksimal, agar hasil yang kita dapatkan maksimal pula.
Saudaraku, hidup hanya sekali. Maka lakukanlah yang terbaik, agar saat kematian kelak, kita tengah berada di puncak prestasi.
Boleh jadi inilah rahasia mengapa Allah merahasiakan kematian kita.
Tujuannya tidak lain agar kita bersungguh-sungguh dan melakukan yang terbaik kapan pun dan di mana pun.
Kita harus maksimal dalam bekerja agar mendapatkan uang banyak.
Kiat pun harus maksimal dalam belajar agar menjadi pintar.
Tentu, semuanya bukan untuk memperkaya dan memintarkan diri, kita mampu mensejahterakan dan memintarkan orang lain.
Kita cukup menjadi perantara saja. Jadilah manusia terbaik. Yaitu manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.

Ketiga, tugas untuk berdakwah.
Saudaraku, di mana pun kita ada, kita harus berdakwah menyebarkan nilai-nilai Islam.
Tentu, cara dakwah kita harus sesuai dengan tuntunan dari Rasulullah SAW.
Setidaknya ada dua formula dakwah yang bisa kita terapkan, yaitu :

1. Menjadi bukti keindahan Islam. Akhlak kita harus mencerminkan nilai-nilai Islam, mulai dari cara makan, bergaul, berkata, bersikap, berkeluarga, hingga berpolitik harus bisa mencerminkan indahnya Islam.

2. Dakwah yang kita lakukan bukan untuk menghakimi, tapi untuk membantu; membantu orang yang tidak paham, menjadi paham Islam; membantu orang yang lupa menjadi ingat; membantu orang bodoh menjadi pintar; membantu orang lalai menjadi sungguh-sungguh, dst.
Tugas kita hanyalah memberi peringatan. Wallahu a'lam.

(KH Abdullah Gymnastiar)